Washington (AFP) – Pemerintahan Presiden AS Donald Trump berencana untuk menutup dua konsulat AS yang tersisa di Rusia, laporan media mengatakan Jumat (18 Desember), ketika Presiden terpilih Joe Biden bersiap untuk menjabat di tengah ketegangan tinggi dengan Moskow.
AS akan menutup konsulatnya di kota Vladivostok di timur jauh dan menangguhkan operasi di posnya di Yekaterinburg, kata seorang juru bicara departemen kepada AFP.
Keputusan itu menyusul konsultasi dengan Duta Besar John Sullivan dan merupakan bagian dari “upaya untuk memastikan operasi misi diplomatik AS yang aman dan terjamin di Federasi Rusia,” kata juru bicara itu.
CNN melaporkan bahwa surat Departemen Luar Negeri kepada Kongres bulan ini mengatakan langkah itu merupakan tanggapan terhadap “tantangan staf yang sedang berlangsung untuk Misi AS di Rusia setelah pembatasan personel yang diberlakukan Rusia pada Misi AS 2017.”
Sepuluh diplomat yang ditugaskan ke konsulat dilaporkan akan dipindahkan ke kedutaan AS di Moskow, sementara 33 staf lokal akan kehilangan pekerjaan mereka.
Departemen Luar Negeri tidak mengkonfirmasi jumlah yang terlibat tetapi mengatakan “penataan kembali personel yang dihasilkan di Kedutaan Besar AS Moskow akan memungkinkan kami untuk memajukan kepentingan kebijakan luar negeri kami di Rusia dengan cara yang paling efektif dan aman.
“Tidak ada tindakan yang terkait dengan konsulat Rusia di Amerika Serikat yang direncanakan,” tambah juru bicara itu.
Penutupan akan meninggalkan kedutaan di Moskow sebagai misi diplomatik terakhir Amerika Serikat di Rusia.
Pada Maret 2018, Moskow memerintahkan penutupan konsulat AS di St Petersburg di tengah pertengkaran diplomatik yang dipicu oleh keracunan Sergei Skripal di tanah Inggris.
Tidak jelas apakah penutupan akan terjadi sebelum 20 Januari, ketika Biden menjabat.
Pada hari Jumat, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan Rusia “cukup jelas” berada di balik serangan cyber yang menghancurkan pada beberapa lembaga pemerintah AS yang menurut para pakar keamanan dapat memungkinkan penyerang akses tanpa batas ke sistem TI penting dan jaringan tenaga listrik.
Yohannes Abraham, direktur eksekutif untuk tim transisi Biden, mengatakan peretasan itu “sangat memprihatinkan” dan bahwa di bawah pemerintahan baru, serangan siber akan memenuhi respons yang menimbulkan “biaya besar.”
Rusia membantah terlibat dalam serangan cyber tersebut.