JAKARTA (THE JAKARTA POST/ASIA NEWS NETWORK) – Tidak heran banyak orang menjuluki taipan buronan Djoko Sugiharto Tjandra “Joker” karena ia telah mengubah sistem peradilan Indonesia menjadi bahan tertawaan.
Namun, dia tidak bisa melakukan ejekan keadilan ini seandainya sistemnya dijiwai dengan integritas tanpa kompromi dan kepatuhan terhadap maksim kesetaraan di hadapan hukum.
Selama 11 tahun terakhir Djoko telah berhasil menghindari keadilan, yang tidak mungkin terjadi tanpa bantuan orang lain dan birokrasi yang cacat.
Harus digarisbawahi bahwa Djoko hanyalah salah satu dari beberapa buronan yang tetap lolos.
Daftar ini termasuk narapidana korupsi Eddy Tanzil yang melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang di Jakarta Timur pada tahun 1996 dan yang terbaru adalah anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Harun Masiku.
Orang-orang ini memiliki banyak kesamaan. Mereka tidak hanya terlibat dalam kasus-kasus korupsi, mereka terhubung dalam satu atau lain cara dengan yang berkuasa.
Djoko melarikan diri ke Papua Nugini pada tahun 2009 dengan penerbangan carteran, meskipun larangan perjalanan telah ditampar kepadanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti dalam kasus-kasus obstruction of justice sebelumnya, Djoko melarikan diri hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung memutuskan dia bersalah karena menggelapkan dana talangan negara selama krisis keuangan Asia 1998 dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara.
Dan sekarang dia telah menyelinap kembali ke negara itu tanpa diketahui, dengan beberapa laporan mengatakan dia telah berada di Indonesia selama tiga bulan.
Sementara Direktorat Jenderal Imigrasi mengaku tidak mendeteksi kembalinya Djoko, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan keterkejutannya atas masuknya Djoko dan mengakui kegagalan intelijen selama dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada 29 Juni.
Pendahulu Burhanuddin, Muhammad Prasetyo, pernah mengatakan bahwa Djoko telah memperoleh kewarganegaraan Papua Nugini, meskipun laporan mengatakan dia tidak tinggal di negara tetangga.
Djoko pulang untuk mengajukan peninjauan kembali kasus ke Mahkamah Agung. Untuk keperluan ini, ia mengajukan KTP elektronik di kantor kecamatan Grogol Selatan di Jakarta Selatan. Butuh waktu kurang dari satu jam untuk mengamankan dokumen tersebut, sementara penduduk setempat mengatakan bahwa biasanya prosesnya memakan waktu sekitar satu bulan.
Bahwa sistem kependudukan dan pendaftaran negara itu tidak memperingatkan para pejabat tentang Djoko sebagai buronan harus mengangkat banyak alis.
Lebih buruk lagi, seorang pejabat publik seperti Camat Grogol Selatan mengaku tidak mengetahui status hukum Djoko, yang sering menjadi berita utama saat dalam pelarian.